Kamis, 29 Desember 2011

Jati Diri Anisa

Berjalan dengan langkah gontai menyusuri jalan setapak tanah lumpur yang becek akibat derasnya hujan. Pencahayaan yang remang-remang dari matahari senja tak menyurutkan langkahku yang memang penuh rasa lelah sejak tadi. Ku gendong tumpukan rumput-rumput segar ini pulang dengan punggungku yang tak seberapa kuat lagi. Sebari terus melangkah sayup-sayup terdengar seseorang memanggil namaku. Sekuat tenaga kuputar badanku hingga akhirnya aku tahu siapa gerangan yang berteriak tadi...

"Ada apa kau berteriak dari kejauhan?" tanyaku padanya. "Aku hanya ingin menyapa sahabatku saja, apa itu salah?" balasnya sambil menggerutu. "Kemana saja kau hari ini? kenapa tidak mengajakku? apa kau sudah menemukan yang kau cari? dan kenapa baru senja begini kau pulang?". Tak langsung kujawab pertanyannya itu, diam dan kemudian kulanjutkan langkah sebari kubenahi posisi karung rumput dari punggungku. Beberapa saat barulah ku jawab pertanyaan Rani, sahabatku. "aku hanya ke kota sebentar. Menjual beberapa ternak dan hasil kebun. Lalu mencari rumput dan tertidur disana. Karena hujan begitu deras akhirnya aku terbangun, dan kemudian aku pulang. itu saja."

Rani menatapku. Dari caranya memandangku nampak sepertinya dia sudah puas dengan jawabanku tadi. Hening lalu kemudian kami bersama-sama meneruskan langkah dipematang sawah. Pulang.

Matahari nampak begitu ceria hari ini. Begitu cerah menyambut hamparan sawah yang terbentang luas sejauh mata memandang. Sudah kuselesaikan semua pekerjaan rumah sejak dini hari tadi. Berdandan seadanya namun bagiku istimewa. Ku ayunkan kakiku dengan pasti kemudian sekali lagi menatap diriku didalam cermin. Diam sejenak lalu berkata "aku bukanlah aku yang dulu, akan kubuktikan pada semua".

Kuatur setiap langkah yang ku ayun. Memilih jalan yang kulalui. tak mau aku melewati jalan becek itu lagi. Tak mau kunodai penampilanku hari ini gara-gara tanah berair itu. Dalam perjalanan, seperti yang kuduga akhirnya aku bertemu dengan Rani. Kusapa dia tanpa basa basi, "hai ran, gimana kabar lu hari ini? eh,liat deh, penampilan gue keren kan?cantik dong?" gayaku sambil berputar. Tatapan kosong dari Rani seketika bertemu denganku. "Hei..pagi-pagi udah ngelamun aje, mending ikut gue aja deh". Langsung kugandeng tangan rani yang masih terdiam itu. Tak kusadari bahwa sepanjang perjalanan kami, aku hanya sibuk dengan penampilanku. Tak sadar bahwa sejak bertemu tadi, Rani bahkan belum berkata apapun padaku...

Sepanjang hari berkeliling kota, dengan gaya baru yang aku liat dari televisi di balai desa kemarin, aku semakin percaya diri. Aku sudah membeli baju, peralatan make-up, aksesoris, dan segala kebutuhan yang menunjang penampilanku. Sudah puas rasanya aku hari ini. Ku lihat rani masih disampingku, masih setia menemaniku, meskipun aku tak tau mengapa dia menjadi pendiam sekali hari ini.

Langit sudah memancarkan cahaya senjanya. Ku ajak rani pulang dan dia pun mengangguk setuju. Tiba-tiba langkahnya terhenti dan berkata "sudah berapa lama kita saling mengenal?". "Kau bercanda, menanyakan hal yang tak penting seperti itu" jawabku seraya beranjak pergi. "Kau bahkan tak mau lagi menjawab pertanyaanku. Tak juga bertanya apa yang terjadi padaku. Tidak sadarkah kau aku menjadi seseorang yang berbeda hari ini?" Rani bicara dengan nada tinggi, sungguh bukan seperti Rani yang ku kenal.

"Aku pikir kau hanya sakit, jadi kubiarkan saja kau terdiam. Bukankah sekarang akhirnya kau buka mulut juga?" aku menjawab lantang. "Kau berubah Anisa. Tak seperti yang aku kenal selama ini. Inikah jati diri yang sering kau cari dilayar televisi?". Aku terhenyak. Tak pernah kulihat Rani berbicara seserius ini. Menyebut namaku dalam ucapannya. Tak pernah.

2 komentar:

  1. terdiam sejenak saat lelah ini mengajakku bermain menikmati indahnya masa lalu ...

    BalasHapus
  2. aku baru tau kalo ada komentar ini...
    gak mudeng juga maksudnya apa...

    BalasHapus