Sabtu, 30 Maret 2013

Satu Detik

Satu detik yang lalu, hati meronta, rasanya begitu sesak. Aku sudah tidak kuat. Aku lelah. Aku seperti selalu berjuang sendirian. Aku ingin lari dan pergi. Satu detik kemudian ia berubah. Katanya, aku tak boleh mudah menyerah. Aku hanya sedang melewati jalan yang sedikit berbatu. Aku tak perlu menangis menggebu, karena hanya akan mebuang waktu.

Satu detik setelah itu, mata berkata. Aku bukan rapuh. Aku hanya perlu menata diri lebih baik. Dia bilang, kelenjarnya sudah tak mampu membendung air yang tertahan hanya karna ego sang hati. Satu detik selepasnya, bulir air mata pun mengalir membasahi pipi. 

Satu detik lagi, pipi bertanya, mengapa mata membiarkan air merusak rona merah muda ? Lalu mata menjawab, aku hanya mengungkapkan yang seharusnya hati lakukan sejak dulu. Hanya saja ia terlalu egois untuk itu. Hati terdiam.


Beberapa detik kedepan semua sunyi. Hening. Sampai akhirnya, jemari lembut menyeka seraya berkata, tak ada yang salah pada mata yang menangis. Ia, sesungguhnya mewakili isi hati terdalam yang sedang merintih. Karna padanya, kita melihat ketulusan dan kejujuran yang benar adanya. Hati pun tak bisa disalahkan begitu saja. Ia ingin memberikan ketenangan pada yang lain dan menunjukkan bahwa semua akan tetap baik-baik saja. Hanya, lama kelamaan disadari atau tidak, disengaja atau tidak, ia menjadi pembohong pada dirinya sendiri.

Tangan tak berhenti mengusap tetes-tetes yang masih membanjiri pipi. Sampai air mata tak lagi mengalir, mengering. Sambil mengepal, lalu mengucap, karena kita hidup dalam raga yang sama, kita hanya perlu berdamai dan mema'afkan pada porsinya masing-masing.


Senin, 25 Maret 2013

Berhenti (?)

Aku mungkin saja bisa lupa, bahwa pernah ada dia di hatimu. Aku mungkin saja bisa pura-pura tidak pernah tahu. Tapi aku, tak bisa terus menatap wajah yang masih berharap dan enggan beranjak dari masa lalu.

Kamu bisa saja berkata bohong saat mengucap kata-kata yang begitu menenangkanku. Kamu bisa tak bersikap jujur meski itu sedang memeluk ku. Tapi kamu, tak pernah bisa menutupi tatapan mata yang masih sangat jelas merindukannya.

Berusahalah tak menunjukkan segala yang terkait dengannya di hadapanku. Berbohonglah jika itu memang perlu. Itu pernah terlintas di egoisku, tapi tak pernah ku katakan di depanmu. Bukan, bukan tentang ketakutanku atas jawabmu, tapi karna aku tahu segalanya tak kan berubah jika aku memaksamu.

Tentang menerima masa lalu darimu adalah bagian keikhlasanku. Berusaha tak mengeluh atas segala kekuranganmu adalah tentang kesiapanku. Merelakanmu, adalah tentang kelelahanku. 






Jumat, 22 Maret 2013

Aku, Kamu, (Pacar) Kita

Entah darimana ini semua dimulai. Yang ku ingat, kamu menghubungiku setelah bertahun-tahun ini sama sekali tak ada komunikasi. Lalu suatu ketika kau bertanya apa aku percaya jika setiap manusia memiliki pasangan jiwanya. Aku mengingat dengan jelas, semua mengalir begitu saja, aku seperti tak pernah melewatkan masa delapan tahun yang hilang sejak kita berpisah dulu.

Saling mengetahui apa yang disukai apa yang tidak, mana yang hanya sekedar ingin dan mana yang memang kebutuhan. Berdiskusi panjang tanpa rasa bosan. Itu nyata, seperti dunia yang hanya ada kita di sana, sangat menyenangkan, menenangkan. Seperti melihat diriku dalam wujud dan jenis kelamin yang berbeda.

Sebenarnya ini sesuatu yang rumit untuk dijelaskan dengan kata-kata, baik lisan maupun tulisan. Tapi percayalah, ketika suatu hari nanti mengalaminya, itu sungguh perasaan yang luar biasa. Dan setelah begitu banyak hal-hal diluar nalar yang kita alami dalam waktu singkat, aku percaya, seperti kau percaya, bahwa soulmate itu bukan drama.


Aku tahu. Kamu pun tahu. Akhirnya ada rasa yang tak sekedar teman bicara. Meski tak saling mengungkapkannya, hati ini jelas merasakannya. Tapi kamu masih mengecup keningnya. Sedang aku masih menikmati dekap hangat darinya. Lalu harus bagaimana menyelesaikan perkara hati yang terlanjur terbagi ? Rasa ini seharusnya sejak awal tak boleh dibiarkan ada. Ya, yang kita lakukan ini jelas salah. Tak semestinya kita biarkan kekosongan hati yang didapati dari pasangan masing-masing, menjadi alasan untuk kita merasa nyaman ketika bersama.

Kamu akhirnya memilih untuk menghilang tanpa mengucapkan selamat tinggal. Sama seperti dulu ketika aku pergi. Hanya saja kali ini ada hati yang bergejolak ikut beranjak tanpa jejak. Kamu tak pernah lagi menghubungiku sejak itu. Semua akses menujumu seperti tertutup portal tebal yang sulit ditembus. Sampai suatu saat terdengar kabar perpisahanmu dengannya. Aku terperanjak. Dalam hatiku bertanya-tanya, apa kau mengakui apa yang terjadi pada hatimu, atau karena ada celah yang memang tak bisa dipersatukan. Hanya kamu yang tahu.


Sementara aku, di sini berusaha menata kepingan-kepingan yang bahkan jika kau datang pun memang sudah tak lagi utuh. Sulit rasanya menjalani ini tanpamu. Aku mencintainya, tapi rasaku padamu bukan hanya cinta. Aku menemukan rumah, bukan sebatas tempat singgah. Sayangnya, itu diciptakan bukan untukku menetap dan berlabuh.

Darimu, aku percaya bahwa belahan jiwa itu ada. Darimu, aku akhirnya menemukannya. Darimu, aku tahu yang sehati tak selamanya berjodoh. Darimu, aku akan ingat, mencintai tak selalu saling memiliki dan berujung bahagia.

                                            * * *


“ Jangan biarkan ada pelukan dari dia, saat erat sedang tak ada di genggam jemari kita “








Senin, 18 Maret 2013

Selamat (datang) Jalan Bahagia


Aku pernah mencintai sepenuh hati. Pernah ragu tapi ku jalani. Pernah setia menunggu ketetapan hati. Dan segalanya tetap berujung ketidakpastian yang ( mungkin ) saling menyakiti.

Aku relakan kamu untuk pergi. Aku akhirnya sadar bahwa sejak awal hatimu memang tak pernah jadi milikku. Kau di sisiku, ( tetap ) hadir dalam setiap kerapuhanku. Tapi yang ada hanya ragamu, tak lebih.

Ya, aku ( pernah ) menitipkan hati pada orang yang salah, tapi rasaku ( dulu ) bukan sebuah kesalahan. Walau berakhir dengan perpisahan, kini aku tahu, kau memang bukan yang terbaik dari tangan Tuhan untuk menjadi ayah dari anak-anakku kelak.

Teruntukmu, 
Selamat hidup berbahagia dengannya.