Jumat, 22 Maret 2013

Aku, Kamu, (Pacar) Kita

Entah darimana ini semua dimulai. Yang ku ingat, kamu menghubungiku setelah bertahun-tahun ini sama sekali tak ada komunikasi. Lalu suatu ketika kau bertanya apa aku percaya jika setiap manusia memiliki pasangan jiwanya. Aku mengingat dengan jelas, semua mengalir begitu saja, aku seperti tak pernah melewatkan masa delapan tahun yang hilang sejak kita berpisah dulu.

Saling mengetahui apa yang disukai apa yang tidak, mana yang hanya sekedar ingin dan mana yang memang kebutuhan. Berdiskusi panjang tanpa rasa bosan. Itu nyata, seperti dunia yang hanya ada kita di sana, sangat menyenangkan, menenangkan. Seperti melihat diriku dalam wujud dan jenis kelamin yang berbeda.

Sebenarnya ini sesuatu yang rumit untuk dijelaskan dengan kata-kata, baik lisan maupun tulisan. Tapi percayalah, ketika suatu hari nanti mengalaminya, itu sungguh perasaan yang luar biasa. Dan setelah begitu banyak hal-hal diluar nalar yang kita alami dalam waktu singkat, aku percaya, seperti kau percaya, bahwa soulmate itu bukan drama.


Aku tahu. Kamu pun tahu. Akhirnya ada rasa yang tak sekedar teman bicara. Meski tak saling mengungkapkannya, hati ini jelas merasakannya. Tapi kamu masih mengecup keningnya. Sedang aku masih menikmati dekap hangat darinya. Lalu harus bagaimana menyelesaikan perkara hati yang terlanjur terbagi ? Rasa ini seharusnya sejak awal tak boleh dibiarkan ada. Ya, yang kita lakukan ini jelas salah. Tak semestinya kita biarkan kekosongan hati yang didapati dari pasangan masing-masing, menjadi alasan untuk kita merasa nyaman ketika bersama.

Kamu akhirnya memilih untuk menghilang tanpa mengucapkan selamat tinggal. Sama seperti dulu ketika aku pergi. Hanya saja kali ini ada hati yang bergejolak ikut beranjak tanpa jejak. Kamu tak pernah lagi menghubungiku sejak itu. Semua akses menujumu seperti tertutup portal tebal yang sulit ditembus. Sampai suatu saat terdengar kabar perpisahanmu dengannya. Aku terperanjak. Dalam hatiku bertanya-tanya, apa kau mengakui apa yang terjadi pada hatimu, atau karena ada celah yang memang tak bisa dipersatukan. Hanya kamu yang tahu.


Sementara aku, di sini berusaha menata kepingan-kepingan yang bahkan jika kau datang pun memang sudah tak lagi utuh. Sulit rasanya menjalani ini tanpamu. Aku mencintainya, tapi rasaku padamu bukan hanya cinta. Aku menemukan rumah, bukan sebatas tempat singgah. Sayangnya, itu diciptakan bukan untukku menetap dan berlabuh.

Darimu, aku percaya bahwa belahan jiwa itu ada. Darimu, aku akhirnya menemukannya. Darimu, aku tahu yang sehati tak selamanya berjodoh. Darimu, aku akan ingat, mencintai tak selalu saling memiliki dan berujung bahagia.

                                            * * *


“ Jangan biarkan ada pelukan dari dia, saat erat sedang tak ada di genggam jemari kita “








Tidak ada komentar:

Posting Komentar