Sabtu, 08 September 2012

Biar Hati Bicara

                                                                        Lauterbrunnen,
                                                                        Musim gugur kedua...


Pagi hari ini...
Secangkir kopi dengan sedikit cream. Seperti biasa dan akan selalu begitu disetiap pagi. Bagaimana denganmu? Masih dengan segelas susu putih hangat dan roti coklat ? Aku rasa begitu. Setiap pagi disepanjang tahun, tak pernah berubah, tak pernah sama, seperti tak mengenal adanya kopi susu.


Harus kumulai dari mana tulisan ini? Kenapa begitu sulit merangkainya dalam bentuk tulisan yang pantas ketika seseorang membacanya. Bagaimana jika kumulai dengan bercerita? Sepertinya terlihat lebih mudah. *tersenyum*


Pernah bersama. Lama. Lebih dari seribu hari terlewati. Tak pernah ada dalam benakku saat itu, ujung dari detik-detik yang kulalui itu harus berakhir. Saat perasaan itu tak lagi membuatku tenang, saat itu aku sadar, itu bukan cinta. Semakin memikirkannya, aku semakin mengerti, bahwa yang kujalani saat itu adalah rasa sayang terhadap hal yang sama, lalu kemudian terjebak dalam rutinitas yang hampir tak pernah berubah.


Bukan tanpa gejolak. Bukan tanpa berpikir panjang. Saat akhirnya harus menjalani kehidupan di tempat yang berbeda, dengan segala rutinitas yang ikut berubah juga, tanda-tanda itu mulai terbaca. Sekalipun begitu, tak ada obrolan serius tentang ini. Tak ada pembicaraan dari hati ke hati. Seperti mengalir begitu saja. Hingga saat nya aku meminta pada NYA, jika memang bukan teman yang akan menghabiskan sisa hidupnya denganku, maka jauhkanlah. Seperti memang sudah jalannya demikian atau entah bagaimana. Tak ada lagi komunikasi. Tak ada lagi sapaan sebagai teman lama. Tak ada lagi detik-detik dimana tatapan mata saling bertemu.


Marah? Tak sedikitpun. Saat ku relakan hatinya berpindah, aku sudah sangat siap dengan itu. Sedih? Mungkin. Aku tak menyangkal jika jawabannya iya. Hanya, sedihku bukan seperti kebanyakan perpisahan yang terjadi. Tahu yang aku rasakan saat itu? Aku... Sangat tenang....

Saat tak ada kata-kata perpisahan yang terucap. Saat aku tahu bahwa ketika hati ini memilih untuk akhirnya merelakan orang yang berada selalu dekatku untuk menghabiskan sisa hidupnya dengan orang lain, ternyata hati ini jauhhhhhh lebih baik ketimbang perasaan saat bersama. Entah bagaimana aku menjelaskannya, tapi memang begitu adanya.


Musim gugur kali ini, saat kudengar berita itu, kuputuskan tak langsung menghubungimu. Menyadari bahwa saat ini, matahari kita tak pernah terbit bersama lagi. Sekalipun begitu, aku tak pernah menyesal. Tak akan. Saat kau baca tulisan ini, saat aku putuskan untuk akhirnya mengungkapkan yang sebenarnya terjadi pada hati, aku, sudah sangat sangat lama dan terlalu jauh darimu. 

Ketika suatu saat nanti kau dan aku bertemu lagi, ku harap tak ada lagi hati yang diam-diam menyimpan tanya kemudian berbicara lewat mata. 


                                                   * * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar