Senin, 16 Juli 2012

Atap, Dinding, Pintu



Terseret arus deras hingga terhempas. Tak menyurutkan niatanku untuk terus melangkah pergi. Hingga suatu saat tersirat tanya kemana lagi harus melangkah. Dan kemudian seorang sahabat menghampiri lalu berkata, "tak peduli sejauh apapun kau berlari, kau pasti kembali untuk pulang".

Bentuknya tak besar, tidak pun bertingkat. Tak ada air mancur beserta taman bunga dengan rumput hijau. Pun tak ada tembok-tembok tinggi menjulang tertutup. Dalamnya pun tak ada yang lebih, hanya ada beberapa ruangan yang cukup untuk hidup. Dibalik itu semua yang tidak istimewa, tempat ini sebenarnya begitu luar biasa. Ingatkah saat pertama kali tertatih, mencoba berdiri kemudian terjatuh? Atau saat mulai berlari dan mengayuh roda hingga tubuh penuh luka...

Ada simpul tawa di sini, ada umpatan tertutur, ada pelukan hangat, serta tetesan asa yang nyaris berhenti di ujung nadir. Adakah kenangan yang lebih baik dari semua itu? Bahkan jika itu kelam dan pekat, itu pun sesungguhnya begitu baik, bukankah tanpa mereka tak kan ada yang pernah tahu rasanya lepas dari jeratan hitam?

Tak selalu harus mahal dan mewah, tapi ada atap yang melindungi dari teriknya matahari dan derasnya hujan. Ada dinding yang menjadi saksi bisu dan setia mendengar keluh kesah tiap detiknya. Ada pintu yang kapan akan terbuka tertutup tergantung bagaimana tangan kita bersahut..

Rumah, dimana kita menjadi kita. Tak ada pura-pura...
Sejauh kau berlari hingga hari hari ini,
Sudahkah ingat untuk kembali pulang?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar