Jumat, 04 Mei 2012

Suara Sang Veteran

--- Prolog ---
Duduk memandangi surya yang tenggelam..
Meneguk segelas teh hangat dan menikmati jajanan kecil khas desa..
Menunggu sang anak dan cucu kesayangan tiba di rumah..
Sebari menanti nafas yang sbentar lagi terhenti......


Bertahun-tahun lalu, disini, deru tembakan dimana-mana. Tangis kelaparan dan cucuran darah juga keringat seolah menjadi pandangan yang biasa saja. Pikiran dangkal namun masuk akal, mungkin lebih baik mati sekarang daripada esok hari. Akan lebih cepat mengakhiri penderitaan ini...

Bukan waktu yang singkat. Ratusan tahun derita ini tak berhenti. Walaupun saat ini bendera merah putih itu sudah lama berkibar, entah sudah berapa generasi yang hilang, tak berbekas... Kami, sisa-sisa perjuangan dimasa lalu, seperti hidup segan tapi tak mau. Kami, bukan penggila harta dunia, bukan haus rasa terima kasih. Bukan pula jiwa-jiwa yang rindu kekuasaan duniawi.

Kami sudah tua. Umur kami mungkin tak lama. Kami tak berharap lagi segala urusan dunia. Bagi kami, saat-saat berjuang bersama demi bangsa yang kemudian akhirnya mengibarkan bendera merdeka, adalah harta yang tak ternilai harganya. Itu, sebuah penghargaan sepanjang masa. Dipuja, disorakkan namanya, ditulis dibuku sejarah negara sebagian namanya. Kami tak pernah berfikir sejauh itu. Yang kami lakukan dulu, bukan untuk dijadikan bahan gengsi dan mengangkat derajat pribadi. Kami lakukan itu, demi bangsa ini...

Merdeka, sebutannya. Bertahun-tahun sejak kata itu terlontar, kami pikir negara ini akan menjadi rumah yang lebih baik lagi dikemudian hari. Pada nyata nya, harapan kami tak semudah realita yang kami lihat. Anak cucu kami masih saja tak mendapatkan pendidikan yang layak. Tak dapat kesehatan yang pantas. Tak mendapat lindungan yang kami perjuangkan dulu...

Biar sajalah kami yang menderita...Walau sampai usia renta...
Biar sajalah kami, yang bahkan untuk sekedar makan dan tempat tinggal, butuh belas kasihan...
Biar saja kami yang rasakan, biar..
Dikucilkan dan dianggap hilang keberadaannya, kami tak apa...
Hidup penuh dari kata pantas pun, juga tak apa...
Hidup kami ini sudah terbiasa dengan kata derita...

Meski begitu, tak pantaskah kami sedikit saja meminta keadilan?Sedikit.....

--- Epilog ----
Anakku tersayang...
Sepanjang hidup kaki ini berpijak, tak ada yang lebih diinginkan dari kami, orang tua, memberikan yang terbaik untukmu nak...
Tak ada yang lebih berharga dari apapun selain kau...
Hadiah terindah dari Tuhan...
Merdeka yang kuraih dahulu pun bahkan tak pernah sebanding nilainya...

Berjanjilah nak...
Kelak hidupmu harus lebih baik lagi..
Berjanjilah...
Kau akan memberikan kehidupan yang baik pula pada anak cucumu kelak...
Hingga suatu saat mereka tahu, bahwa hidup yang baik itu bermula dari penderitaan panjang tanpa henti...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar